Pengertian Filsafat Al-Hikmah Al-Muta'aliyah
Al-Hikmah Al-Muta'aliyah adalah
sebuah aliran filsafat Islam yang dikembangkan oleh Mulla Sadra. Istilah ini
berarti "Filsafat Transendental" dan mencakup sintesis antara
filsafat Yunani, seperti Aristoteles dan Plato, dengan tradisi Islam, seperti
tasawuf dan teologi.
Aliran ini mempertahankan konsep
kebijaksanaan yang didasarkan pada tiga prinsip: intuisi intelektual (dzawq atau isyraq), pembuktian rasional
(‘aql atau istidlal), dan syari‟at.
Dengan demikian, hikmah muta’aliyah adalah kebijaksanaan yang diperoleh lewat
pencerahan ruhaniah atau intuisi intelektual dan disajikan dalam bentuk yang
rasional dengan menggunakan argumentasi-argumentasi rasional.
Pengertian Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah menurut Mulla Sadra adalah pengetahuan yang didasarkan pada
argumentasi rasional/burhani, teologi, dan filsafat, serta visi rohani/zauq,
tasawuf, serta sesuai dengan syari‟at. Dalam filsafat Mulla Sadra, empat aliran
berpikir aliran paripatetik, iluminasi, kalam, dan tasawuf tergabung secara
sempurna dan melahirkan aliran baru filsafat. Mulla Sadra mempertemukannya
dengan kebenaran Al-Qur‟an dan Hadis. Harmonisasi yang dilakukannya
menghasilkan sebuah sintesa yakni mengintegrasikan baik akal maupun syuhud
keduanya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam filsafat.
Dalam sintesis ini, Mulla Sadra
menggabungkan elemen-elemen dari filsafat Yunani, seperti Aristoteles dan
Plato, dengan tradisi Islam, seperti tasawuf dan teologi. Ia juga mengembangkan
konsep "mukasyafah" atau
"penyingkapan batin," yang berarti "penyingkapan kebenaran yang
sejati." Konsep ini mencakup sintesis antara filsafat Yunani dan tradisi
Islam, serta penggunaan wahyu dan burhan (bukti) dalam penyingkapan kebenaran.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra mempertahankan konsep kebijaksanaan yang didasarkan
pada tiga prinsip: intuisi intelektual (dzawq
atau isyraq), pembuktian rasional (‘aql
atau istidlal), dan syari‟at. Dengan demikian, hikmah muta’aliyah adalah
kebijaksanaan yang diperoleh lewat pencerahan ruhaniah atau intuisi intelektual
dan disajikan dalam bentuk yang rasional dengan menggunakan
argumentasi-argumentasi rasional.
Dalam sintesis Al-Hikmah Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra
juga mengembangkan konsep "wahdah
Al-wujud" yang berarti "kesatuan eksistensi." Konsep ini
mencakup sintesis antara filsafat Yunani dan tradisi Islam, serta penggunaan
wahyu dan burhan (bukti) dalam penyingkapan kebenaran. Dalam sintesis ini,
Mulla Sadra menggabungkan elemen-elemen dari filsafat Yunani, seperti Aristoteles
dan Plato, dengan tradisi Islam, seperti tasawuf dan teologi.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra juga mengembangkan konsep "tasykik al-wujud" yang berarti
"gradualitas eksistensi." Konsep ini mencakup sintesis antara
filsafat Yunani dan tradisi Islam, serta penggunaan wahyu dan burhan (bukti)
dalam penyingkapan kebenaran. Dalam sintesis ini, Mulla Sadra menggabungkan
elemen-elemen dari filsafat Yunani, seperti Aristoteles dan Plato, dengan
tradisi Islam, seperti tasawuf dan teologi.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra juga mengembangkan konsep "wujud az-zihni" yang berarti
"eksistensi mental." Konsep ini mencakup sintesis antara filsafat
Yunani dan tradisi Islam, serta penggunaan wahyu dan burhan (bukti) dalam
penyingkapan kebenaran. Dalam sintesis ini, Mulla Sadra menggabungkan
elemen-elemen dari filsafat Yunani, seperti Aristoteles dan Plato, dengan
tradisi Islam, seperti tasawuf dan teologi.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra juga mengembangkan konsep "harakat al-jawhariyat" yang berarti
"gerakan substansial." Konsep ini mencakup sintesis antara filsafat
Yunani dan tradisi Islam, serta penggunaan wahyu dan burhan (bukti) dalam
penyingkapan kebenaran. Dalam sintesis ini, Mulla Sadra menggabungkan elemen-elemen
dari filsafat Yunani, seperti Aristoteles dan Plato, dengan tradisi Islam,
seperti tasawuf dan teologi.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra juga mengembangkan konsep "wahid laa yashduru minhu illa al-wahid"
yang berarti "tidak keluar dari yang satu kecuali satu." Konsep ini
mencakup sintesis antara filsafat Yunani dan tradisi Islam, serta penggunaan
wahyu dan burhan (bukti) dalam penyingkapan kebenaran. Dalam sintesis ini,
Mulla Sadra menggabungkan elemen-elemen dari filsafat Yunani, seperti
Aristoteles dan Plato, dengan tradisi Islam, seperti tasawuf dan teologi.
Dalam sintesis Al-Hikmah
Al-Muta'aliyah, Mulla Sadra juga mengembangkan konsep "ashlat al-wujud wa i’tibariyat al-mahiyyah"
yang berarti "kehakikian eksistensi dan kenisbian entitas." Konsep
ini mencakup sintesis antara filsafat Yunani dan tradisi Islam, serta
penggunaan wahyu dan burhan (bukti) dalam penyingkapan kebenaran. Dalam
sintesis ini, Mulla Sadra menggabungkan elemen-elemen dari filsafat Yunani,
seperti Aristoteles dan Plato, dengan tradisi Islam, seperti tasawuf dan
teologi.